Samarinda, Sekala.id – Skandal peredaran narkotika yang dikendalikan oleh dua narapidana dari dalam Rutan Kelas I Samarinda mengungkapkan adanya celah besar dalam pengawasan di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut. Dua napi yang terlibat, HW (43) dan WW (42), kedapatan menggunakan handphone untuk mengendalikan bisnis haram mereka, meski terpenjara.
Kejadian ini bermula ketika H, seorang pelaku yang ditangkap di Jalan Gerilya, Kelurahan Sungai Pinang Dalam, mengaku mendapatkan narkoba dari napi HW. Investigasi lebih lanjut kemudian mengarah pada WW, yang berada di blok berbeda di dalam rutan.
Heru Yuswanto, Kepala Rutan Kelas I Samarinda, mengungkapkan bahwa peredaran narkoba ini melibatkan komunikasi menggunakan telepon genggam, yang diperoleh dari warga binaan yang telah dibebaskan. “Pelaku berdua menggunakan handphone. Barang haram itu mereka dapatkan dari seseorang yang sudah bebas,” ujar Heru, Senin (3/2/2025).
Pihak rutan pun bergerak cepat. Selain menangkap dan memeriksa kedua narapidana, sembilan orang lainnya yang diduga terlibat dalam jaringan ini juga diinterogasi. Langkah tegas diambil, dengan mencabut hak-hak mereka, termasuk pembatasan kunjungan keluarga.
“Kami amankan dan periksa sembilan orang yang terlibat. Mereka membeli narkoba dari napi. Semua hak mereka kami cabut,” tegas Heru.
Namun, masalah yang lebih besar muncul: handphone di dalam rutan. Heru mengakui adanya kelemahan besar dalam sistem pengawasan mereka, terutama terkait dengan peredaran barang-barang terlarang. Meski begitu, ia berkomitmen untuk memperbaiki sistem agar kejadian serupa tidak terulang.
“Kami akui ada kelemahan, tapi kami terus berupaya memperbaiki sistem pengawasan,” kata Heru.
Beberapa solusi tengah dipertimbangkan, mulai dari perbaikan mesin x-ray yang rusak, hingga pemasangan jammer untuk memutuskan sinyal telepon di dalam rutan. Namun, Heru mengungkapkan tantangan yang ada. Mesin x-ray saat ini rusak, dan untuk perbaikan membutuhkan dana yang tidak sedikit, sekitar Rp 300 juta.
“Ada x-ray, tapi rusak. Perbaikan memerlukan anggaran yang sangat besar,” ujarnya.
Selain itu, pemasangan jammer juga menjadi perdebatan. Meskipun bisa memutuskan komunikasi telepon di dalam rutan, alat ini dapat mengganggu sinyal di area sekitar, seperti yang pernah terjadi di daerah lain.
“Pemasangan jammer memang kontroversial, karena bisa mengganggu fasilitas umum,” pungkasnya.
Dengan berbagai tantangan tersebut, Rutan Kelas I Samarinda bertekad untuk terus memperbaiki sistem pengawasan dan berkoordinasi lebih intens dengan pihak kepolisian untuk mencegah peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara. (Jor/El/Sekala)