Samarinda, Sekala.id – Banjir bukan lagi kejutan bagi warga Samarinda. Kala hujan deras turun, genangan muncul di berbagai sudut kota, dari permukiman hingga jalan utama. Tapi kali ini, debit air yang naik di Bendungan Lempake dan Sungai Karang Mumus membuat situasi lebih buruk. Pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa yang harus bertanggung jawab?
Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV Samarinda mencatat bahwa hujan ekstrem pada 26 Januari 2025 menaikkan tinggi muka air di Bendungan Lempake hingga 8,15 meter. Debit air yang melimpas ke Sungai Karang Mumus mencapai 70 meter kubik per detik, mempercepat banjir ke hilir.
Namun, hujan bukan satu-satunya penyebab. Kepala BWS Kalimantan IV, Yosiandi Radi Wicaksono, menyoroti penyempitan Daerah Aliran Sungai (DAS) Karang Mumus yang kian parah. Di beberapa titik, badan sungai menyempit akibat permukiman dan proyek tanggul yang belum rampung.
“Di sisi kanan sungai, tanggul sudah ada, air tertahan. Tapi di sisi kiri, air meluap ke mana-mana,” ujarnya.
Di sisi lain, pembukaan lahan di daerah hulu memperburuk situasi. Alih fungsi lahan di DAS Padat Karya dan Loa Bakung menghilangkan daya serap tanah terhadap air hujan, mempercepat aliran ke hilir.
“Semakin banyak lahan dibuka, semakin besar debit air yang turun ke kota,” kata Yosiandi.
Di dalam kota, drainase yang buruk menjadi persoalan klasik. Jalan DI Panjaitan menjadi salah satu titik langganan banjir akibat aliran sungai yang tersendat oleh permukiman yang berdiri terlalu dekat dengan badan air.
BWS Kalimantan IV mengusulkan pembangunan kolam retensi di area bukaan lahan untuk menampung limpasan air sebelum masuk ke sungai. Tapi tanpa kebijakan yang lebih tegas, proyek ini bisa berakhir seperti banyak rencana penanganan banjir lainnya, yakni hanya sebatas wacana.
Wali Kota Samarinda Andi Harun berjanji menindak pelaku pembukaan lahan ilegal yang memperparah banjir.
“Sebelum langkah hukum, kami akan melakukan pendekatan persuasif,” katanya.
Pendekatan lunak ini memunculkan pertanyaan, apakah cukup untuk menyelesaikan masalah? Jika pembukaan lahan terus dibiarkan, penyempitan sungai tak dikendalikan, dan drainase tak diperbaiki, Samarinda akan tetap menjadi kota yang tenggelam setiap musim hujan tiba. (Jor/El/Sekala)